Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

Jalan Santai yang diselenggarakan Rumah Aspirasi dan Inspirasi Heri Gunawan

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Komisi XI DPR RI Bersama Gubernur BI

Heri Gunawan, Sebagai Anggota Komisi XI DPR RI Yang Membidangi Keuangan dan Perbankan

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tampilkan postingan dengan label Bulog. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bulog. Tampilkan semua postingan

Hak Eksklusif untuk Bulog

Mafia pangan siap mengganjal
IndonesianReview.com -- Banyak celah korupsi di tubuh Bulog, mulai dari kebijakan impor sampai pengadaan barang melalui petani.
Jika tidak ada halangan, insya Allah, Presiden Jokowi akan memberikan hak impor eksklusif kepada Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Ada tujuh komoditas yang akan ditangani Bulog, yakni beras, gula, jagung, daging, cabai merah, bawang merah, dan kedelai. Tujuannya, selain untuk mempercepat swasembada, juga demi menstabilkan harga.


Sebuah kabar baik? Tentu saja. Sebab, dengan demikian rakyat tak perlu pusing lagi memikirkan kenaikan harga, yang kini seakan tak pernah berhenti. Petani pun, akan diuntungkan lantaran pemerintah bakal menetapkan harga pokok pembelian (HPP) yang normal. Mereka, bisa kembali berproduksi tanpa harus takut harga produknya kalah oleh produk impor.
Akankan niat baik ini menjadi kenyataan? Artinya, Jokowi memberikan hak impor eksklusif kepada Bulog? Ini yang perlu dinantikan faktanya. Sebab, tidak mudah menurunkan Inpres seperti itu. Apalagi, kita masih ingat, sejak belum terpilih menjadi presiden, di sekeliling Jokowi sudah beredar para mafia pangan. Mereka ikut mendukung para calon presiden, dengan harapan kelak kalau terpilih, presiden akan memudahkan bisnis mereka.
Diduga kuat, aksi para mafia ini telah membuahkan hasil. Itu terbukti dengan langkah Kementerian Perdagangan yang akan melakukan impor gula. Total, gula yang akan diimpor tahun ini mencapai 2,21 juta ton.
"Di saat KPK sedang mengusut tata niaga gula yang amburadul, Kementerian Perdagangan justru kembali menerbitkan izin impor gula,” kata Heri Gunawan, Wakil Ketua Komisi VI DPR.
Memang, KPK sudah mulai mencium adanya dugaan korupsi terkait impor gula. Saat ini ada sekitar 200-an laporan soal ini.  Karena itu, KPK telah memanggil Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Perindustrian Saleh Husin serta pihak Kementerian Perdagangan yang diwakilkan oleh Irjen Kemendag.
Para mafia itu, diperkirakan telah memetik untung sebesar Rp 1.000 dari setiap kilogram gula impor. Artinya, ada kelebihan uang sekitar Rp 2,21 triliun untuk dibagi-bagikan di antara mereka. Siapa? Pengusaha dan pejabat pemberi izin, serta pihak-pihak yang ikut memuluskan pelaksanaan impor.
Lantas kenapa keran impor masih dibuka? Banyak alasannya. Mulai dari ancaman El Nino yang akan membuat gagal panen semua bahan pangan, hingga kualitas produk dalam negeri. Seperti jagung dikatakan kurang memenuhi persyaratan untuk dibuat pakan ternak. Lantas kedelai yang disebut-sebut ukurannya kurang besar untuk dibuat tempe. Begitu pun gula produksi nasional dianggap tak layak konsumsi, karena kualitasnya tidak standar.
Nah, ‘mantra-mantra’ itulah yang membuat impor pangan berlangsung mulus. Apalagi, kalau dibandingkan dengan harga produk dalan negeri yang lebih mahal. Misalnya, buat apa produksi gula kalau gula impor jauh lebih murah?
Sebenarnya, kasus ini sudah berlangsung lama. Bahkan Komite Ekonomi Nasional (KEN) sudah melaporkan tentang keberadaan para mafia ini sejak zaman Presiden SBY. Waktu itu KEN melaporkan adanya kartel gula, kedelai, beras, jagung, dan daging sapi.
KEN juga telah menunjuk hidung para importirnya. Seperti Archer Daniels Midland (ADM), Bunge, Cargill, dan Louis Dreyfus. Mereka menguasai sekitar 90% perdagangan serealia atau biji-bijian dunia. Kecenderungan yang sama terjadi di pasar domestik. Importir kedelai hanya ada tiga, yakni PT Teluk Intan (menggunakan PT Gerbang Cahaya Utama), PT Sungai Budi, dan PT Cargill.
Empat produsen diperkirakan menguasai 65% pangsa pasar gula rafinasi dan 63% pangsa pasar gula putih. Untuk distribusi gula di dalam negeri diduga dikuasai enam orang.
Waktu itu, Presiden SBY telah menginstruksikan pembenahan, dan KPK juga telah dilapori. Tapi tak ada tindakan nyata. Apakah, kali ini hal serupa akan terjadi? Artinya, Presiden Jokowi tak jadi menerbitkan Inpres hak eksklusif kepada Bulog? Mudah-mudahan saja tak seperti itu.
Tapi kalaupun hak eksklusif itu jatuh kepada Bulog, hendaknya badan ini tidak seperti di era Orde Baru. Saat itu, Bulog menjadi sarang bancakan banyak pejabat tinggi negara dan kepentingan penguasa. Banyak celah korupsi di tubuh Bulog, mulai dari kebijakan impor sampai pengadaan barang melalui petani. 

Komisi VI Minta Pemerintah Jaga Stabilitas Harga Pangan

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan menjaga stabilitas harga seperti bawang merah, kedelai, dan lainnya.karena harga yang terus merangkak naik

Kata Heri, harga bawang merah, kedelai, dan beras ketan, diprediksi akan mengalami kenaikan karena adanya permintaan yang tinggi. Lonjakan permintaan tersebut, salah satunya dipicu oleh permintaan domestik yang tinggi, lebih-lebih menghadapi bulan puasa.

"Kementerian Perdagangan telah kecolongan dalam menjaga stabilitas pasar domestik yang berujung pada fluktuasi harga komoditas bawang merah, kedelai, dan beras ketan di pasaran. Buktinya, banyak komoditas impor 'ilegal'' yang merembes masuk ke pasar-pasar tradisional yang terus mendistorsi harga," kata Heri di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Dia mengemukakan pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan harus segera dapat memperhatikan produksi dalam negeri melalui berbagai cara, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memihak kepada rakyat.

"Perum Bulog yang juga ditugaskan untuk menjaga stabilitas harga kedelai dan bawang merah, tidak efektif dalam menjalankan perannya. Hal ini tentu sungguh mengecewakan, mengingat BUMN tersebut telah disuntik dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp3 triliun dalam rangka menopang tugasnya sebagai stabilisator harga. Untuk menjaga stok beras saja terlihat kelimpungan, apalagi komoditas lain, diperkirakan daya serap beras oleh bulog secara nasional berkisar dibawah 10%," kata dia.

Dia juga menilai pemerintah terlihat tidak siap dalam merespon “perang harga” yang sedang dilakukan oleh negara-negara importir, terutama Tiongkok.

"Padahal “perang harga” sudah gila-gilaan. Negara-negara importir rela memotong harga komoditasnya hingga 40% dalam rangka mendorong ekspornya. Mestinya fenomena “perang harga” itu bisa diantisipasi jika pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan bisa lebih sensitif dan intensif melakukan pengawasan dan pengetatan pasca “perang mata uang” yang telah melumpuhkan rupiah hingga menembus Rp13.000. Apalagi, perang harga yang terjadi saat ini sudah masuk dalam kategori dumping yang merugikan kepentingan domestik," demikian Heri.

Usut Tuntas Pengedar Beras Plastik

Jakarta (dpr.go.id) - Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan meminta Pemerintah untuk mengusut secara tegas dan tuntas terhadap pelaku pengedar beras plastik karena membahayakan kesehatan masyarakat, yang ditemukan di Bekasi, Jawa Barat. Kios  beras tersebut menjual beras plastik dengan harga Rp.8.000 perliter.

Dalam pernyataannya di Gedung DPR Jakarta Rabu, (20/4) Heri menegaskan pemerintah telah lalai dalam mengawasi perizinan kegiatan impor beras yang telah beredar dipasar-pasar tradisional. Hal ini jelas bertentangan dengan semangat Program Ketahanan Pangan yang menjadi salah satu visi Presiden Jokowi.

Pemalsuan beras plastik ini menjadi masalah yang cukup serius, karena mencakup kebutuhan sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan pengawasan terhadap peredaran beras plastik di Indonesia.

Politisi Fraksi Partai Gerindra meminta Pemerintah jangan hanya “jago” lempar tanggungjawab. Masyarakat tidak butuh klaim Kementerian Perdagangan versus Kementerian Pertanian sebagai yang paling benar dan paling bertanggungjawab. “ Selain tidak memberi solusi apa-apa, saling lempar tanggungjawab dan menyalahkan itu akan semakin meresahkan masyarakat,” tegas Heri.

Masyarakat butuh respon yang solutif dan koordinasi yang baik antara Kementerian. Faktanya, masyarakat sedang terancam kesehatannya oleh peredaran beras plastik yang dapat menyebabkan kanker.

Harga beras yang saat ini terus naik dan tidak menentu, menurut dia akan menjadi “pintu masuk” produk berbahaya yang dijual murah. Buktinya, peredaran beras plastik semakin marak di pasaran dengan harga yang sangat terjangkau, Modusnya, beras tersebut dicampur dengan beras asli.

Dia menegaskan, bahwa masih lemahnya peran Bulog dalam mengantisipasi penimbunan beras oleh tengkulak yang telah mendistorsi pasar beras juga menjadi salah satu alasan beredarnya beras plastik melalui kebijakan impor beras.

Pemerintah wajib turun kepasar-pasar untuk mengecek langsung peredaran beras plastik. Selanjutnya, STOP impor beras. Karena selain menyebabkan melonjaknya harga beras, hal ini juga dapat menambah kemungkinan membludaknya peredaran beras plastik di masyarakat.

Dikatakan bahwa, beberapa dampak negatif yang diakibatkan oleh peredarannya beras plastik, ditutupnya toko pedagang penjual beras yang menjual beras plastik, padahal sang pedagang mengaku tidak mengetahui tentang jenis beras yang dijualnya. Akibatnya, omset penjualan para pedagang beras pendapatannya menurun secara drastis.

“ Disini dibutuhkan kepedulian Pemerintah secara nyata, atas langkah dan kebijakan serta pengawasan yang senergis antar instansi guna mengantisipasi rasa resah gelisah di masyarakat,” kata Heri menambahkan.(spy,mp), foto : iwan armanias/parle/hr.

Soal beras plastik, wakil rakyat ini anggap pemerintah lalai


Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan menyatakan beredarnya beras sintetis atau beras plastik adalah bukti bahwa pemerintah lalai mengawasi izin impor beras. 


"Hal ini jelas bertentangan dengan semangat Program Ketahanan Pangan yang menjadi salah satu visi Presiden Jokowi," kata Heri di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.



Ia menganggap pemalsuan beras plastik ini sebagai masalah serius karena sudah menyentuh kebutuhun sehari-hari dan kesehatan masyarakat sehingga harus segera diatasi.



Dia meminta pemerintah tidak melempar tanggung jawab, sebaliknya harus segera bertindak.



"Masyarakat butuh respon yang solutif dan koordinasi yang baik antar kementerian. Faktanya, masyarakat sedang terancam kesehatannya oleh peredaran beras plastik yang menyebakan kanker," kata Wakil Ketua Komisi VI ini.



Harga beras yang terus naik dan tidak menentu menjadi pintu masuk bagi produk berbahaya terbukti dari beredarnya beras plastik ini, kata dia.



‎"Lemahnya peran Bulog mengantisipasi penimbunan beras oleh tengkulak yang telah mendistorsi pasar beras juga menjadi salah satu alasan beredarnya beras plastik melalui kebijakan impor beras," ujar Heri.

LEGISLATOR: KUALITAS RASKIN HARUS DIPERBAIKI

Sukabumi (Jurnalsatu.com) – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan mengatakan kualitas beras untuk rakyat miskin atau raskin harus diperbaiki, karena hasil sidak di Gudang Bulog Kabupaten Sukabumi, Jabar, kualitasnya kurang layak.
“Dari sidak yang kami lakukan, wajar masyarakat pada kegiatan operasi beras murah di Sukabumi komplen karena kualitas beras yang disalurkan Badan Urusan Logistik atau Bulog tidak layak seperti warnanya gelap, berbau dan banyak gerabah,” kata Heri di sela Sidak di Sukabumi, Minggu.
Menurut dia, bahkan terungkap bahwa beras yang dikirim ke Gudang Bulog Sukaraja, Kabupaten Sukabumi berasal dari Cirebon, Jabar. Padahal, Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah penghasil beras dan selalu surplus setiap tahunnya. Seharusnya Bulog bisa menyerap beras langsung dari petani lokal yang kualitasnya dipastikan lebih baik dan tidak terlalu lama dalam pendistribusiannya.
Lebih lanjut, pihaknya juga kurang setuju dengan sebutan beras rakyat miskin atau raskin seharusnya namanya diganti seperti beras untuk rakyat tanpa harus menggunakan kata miskin karena bisa lebih manusiawi. Namun, secara regulasi dalam pendistribusian pihaknya tidak menyalahkan pihak Bulog Sub Divre Sukabumi, Cianjur.
“Ini menjadi salah satu perhatian kami dan hasil reses ini akan dibawa ke DPR untuk disidangkan, karena kami yakin tidak hanya di Sukabumi saja kualitas raskin seperti ini di daerah lainnya pasti hampir serupa,” katanya menambahkan.
Selain itu, jika masyarakat atau rumah tangga sasaran (RTS) penerima raskin tidak setuju dengan kualitas berasnya itu bisa dikembalikan kepada Bulog untuk diganti dengan kualitasnya yang lebih baik karena itu merupakan hak setiap penerima.
Sementara, Kepala Bulog Subdivre Cianjur Budi Setiawan mengatakan untuk persediaan raskin daerah penyaluran Kota dan Kabupaten Sukabumi mencukupi, jika ada keluhan soal kualitas beras bisa dilaporkan kepada pihaknya untuk diganti dengan kualitas yang lebih baik.
Namun, kualitas raskin yang didistribusikan sudah ada aturan yang mengaturnya, sehingga pihaknya tidak bisa menolak distribusi raskin ke Gudang Bulog di Sukabumi, tapi pihaknya tetap berupaya memberikan raskin dengan kualitas yang terbaik.
Selain itu, ia mengaku kesulitan menyerap beras dari petani lokal karena harga yang ditetapkan pemerintah masih rendah sehingga petani lebih memilih menjualnya ke pasar. (Ant/Red-3)

Anggota DPR Temukan Beras Kotor di Bulog Sukabumi



INILAHCOM, Sukabumi - Anggota DPR RI Heri Gunawan menemukan beras kotor dan berbau di gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) Pasir Halang Sukabumi, Jalan Sukabumi-Cianjur, Desa Pasir Halang, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Minggu (8/3/2015).

Wakil rakyat dari Fraksi Partai Gerindra itu menemukan beras bau saat menggelar inspeksi mendadak (sidak) bersama sejumlah anggota DPRD Sukabumi. Beras yang banyak dedaknya itu ditemukan saat ratusan karung diturunkan dari truk.

"Saya kecewa sekali melihat kondisi seperti ini. Katanya Sukabumi itu lumbung padi, banyak sekali sawah di daerah selatan," kata Heri kepada wartawan di sela-sela sidak, Minggu (8/3/2015).

Apalagi, lanjut Wakil Ketua Komisi VI itu, sebelumnya dia telah mendapatkan informasi dari Bupati Sukabumi Sukmawijaya bahwa hasil panen beras di Kabupaten Sukabumi surplus. Tapi kenyataannya masih mendapat bantuan Bulog.

"Beras yang ada ini juga dikirim dari Cirebon dan Subang. Pas tadi kami cek, kondisinya jauh berbeda, berasnya banyak dedaknya," kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Kota dan Kabupaten Sukabumi itu.

Menurut dia, Bulog sudah mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun. Namun beras yang dihasilkan kualitasnya tidak bagus. Padahal Bulog didirikan untuk menunjang ketahanan pangan masyarakat.

"Bila pangannya seperti ini, masa dibilang raskin terus? Harus dibuat beras masyarakat yang lebih baik. Makanya kita akan pertanyakan nanti dalam RDP (rapat dengan pendapat), duit itu dipakai apa, buat beli apa, kok beras seperti itu, nggak lucu rasanya," ucapnya.

Ke depan, lanjut Heri, Bulog harus memperbaiki tata niaganya, jangan sampai kelangkaan beras ini dimanfaatkan oleh para pedagang besar atau oleh orang di Bulog sendiri.

"Jangan-jangan sengaja memang didrop yang jelek, supaya ada impor masuk. Siapa yang masuk, hanya pedagang besar yang akan menikmatinya, pedagang kecil tidak ada, masyarakat kecil yang dirugikan," pungkas Heri.

Kepala Bulog Subdivre Cianjur Budi Setiawan mengakui persediaan beras di Gudang Bulog Pasir Halang Sukabumi memang masih tergantung dari Sub Divre daerah lain, seperti dari Cirebon dan Subang. Karena kelompok tani di Sukabumi masih cenderung menjual hasil panen ke pasar.

"Jika ada beras yang kualitasnya jelek maka akan diolah di mesin agar lebih baik. Proses pemilahan ini nantinya akan dilaporkan ke pusat," kata Budi.

Menurut Budi, persediaan beras yang ada di gudang Bulog sesuai Inpres merupakan beras milik pemerintah dan hanya satu jenis, yaitu beras medium. Jadi beras yang dipergunakan untuk operasi pasar (OP) maupun raskin kualitasnya sama dari beras jenis medium.

"Untuk perputaran beras yang ada di gudang ini maksimal tiga hingga empat bulan harus sudah keluar," ujar dia.

Terkait OP beras yang dikeluhkan warga Kota Sukabumi, Budi mengatakan sebelum dilaksanakan OP beras pihaknya sudah berkoordinasi dan memberikan contoh kepada pihak Pemkot Sukabumi berupa beras jenis medium.

"Dari hasil pengecekan sebelumnya, kualitas beras OP dinilai masih baik. Meskipun kemungkinan ada satu atau dua yang terlewat dari pengecekan," jawab Budi. [hus]

Kecewa Kualitas Beras Bulog Jelek


Heri: PMN Rp3 T Dipakai Buat Apa? 
SUKABUMI - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan mempertanyakan efektivitas penggunaan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3 triliun untuk Bulog. Penyebabnya, meskipun sudah mendapatkan suntikan dana dengan nilai cukup fantastis, tetapi kualitas beras dinilai Heri masih sangat jelek. 

"Bulog baru saja dapat PMN sebesar Rp3 triliun. Duitnya dipakai buat apa, jika kualitas berasnya kok masih seperti ini. Gak lucu rasanya," tegas Heri di sela-sela peninjauan stok dan kualitas beras di Gudang Bulog Sukabumi, Minggu (8/3).Saat meninjau stok beras, Heri tercengang melihat kualitas beras yang ada di Gudang Bulog. Bahkan dirinya sempat mengambil sampel antara beras di satu karung dengan karung lainnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya karena warna beras kekuning-kuningan serta masih terdapat banyak gabah."Saya sangat kecewa dengan kualitas beras yang akan didistribusikan ke masyarakat. Warnanya kekuning-kuningan dan masih banyak gabahnya. Dengan harga sebesar Rp6.600, sangat tidak seimbang dengan kualitasnya," kata Heri. 

Dia pun kecewa begitu mengetahui jika pasokan beras di Gudang Bulog Sukabumi harus didroping dari Cirebon. Padahal, Kabupaten Sukabumi diklaim sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Barat. "Katanya Kabupaten Sukabumi itu lumbung beras dengan tingkat surplus mencapai hampir 250 ribu-350 ribu ton. Tapi kenapa harus didroping dari Cirebon? Apalagi kualitas beras yang akan disalurkan ke masyarakat pun lebih mirip dedak," jelasnya.  

Heri mengaku tidak mengetahui persis alasan rendahnya kualitas beras di Gudang Bulog Sukabumi, tidak menutup kemungkinan ada 'permainan' agar bisa mengimpor beras dari negara lain. "Jangan-jangan droping beras berkualitas jelek ini diduga disengaja agar bisa mengimpor dari negara lain," katanya.

Rencana pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) beras dari semula Rp6.600 menjadi Rp7.400 pun, dinilai Heri, tak akan berpengaruh signifikan. Dia menyarankan yang lebih dulu harus dibenahi adalah tata niaga di tingkat Bulog. "Tak akan ngaruh (menaikkan HPP). Yang mesti dibenahi dan diperbaiki adalah tata niaganya di tingkat Bulog yang fungsinya untuk menunjang ketahanan pangan," tegas Heri.

Kepala Bulog Subdivre Wilayah Cianjur Budi Setiawan tak menampik jika pasokan beras masih mengandalkan dari daerah lain. Namun dia mengaku selalu mewanti-wanti agar kiriman beras harus berkualitas bagus.  "Tingkat penyerapan pembelian beras dari pertani selama 2014 memang belum maksimal. Petani masih banyak menjual ke pasar," kata Budi saat mendampingi Heri Gunawan.

Dia berharap pada 2015 rencana pemerintah menaikkan HPP beras bisa terealisasi. Sehingga para petani bisa lebih semangat menjual hasil panennya ke Bulog. "Kami tunggu saja nanti keputusan pemerintah soal rencana menaikkan HPP beras. Sesuai Instruksi Presiden, saat ini HPP beras sebesar Rp6.600. Rencananya jika HPP naik akan menjadi Rp7.400. Kita juga berharap, pada April saat musim panen pasokan beras bisa dibeli dari petani lokal," pungkasnya.(gg/vry)

Bulog Terima PMN Rp3 T, tapi Kulitas Berasnya Jelek

SUKABUMI – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan mempertanyakan efektivitas penggunaan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3 triliun untuk Bulog. Penyebabnya, meskipun sudah mendapatkan suntikan dana dengan nilai cukup fantastis, tetapi kualitas beras dinilai Heri masih sangat jelek.
“Bulog baru saja dapat PMN sebesar Rp3 triliun. Duitnya dipakai buat apa jika kualitas berasnya kok masih seperti ini. Gak lucu rasanya,” tegas Heri di sela-sela peninjauan stok dan kualitas beras di Gudang Bulog Sukabumi, Minggu (8/3/2015).
Saat meninjau stok beras, Heri tercengang melihat kualitas beras yang ada di Gudang Bulog. Bahkan dirinya sempat mengambil sampel antara beras di satu karung dengan karung lainnya, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya karena warna beras kekuning-kuningan serta masih terdapat banyak gabah.
“Saya sangat kecewa dengan kualitas beras yang akan didistribusikan ke masyarakat. Warnanya kekuning-kuningan dan masih banyak gabahnya. Dengan harga sebesar Rp6.600, sangat tidak seimbang dengan kualitasnya,” kata Heri.
Dia pun kecewa begitu mengetahui jika pasokan beras di Gudang Bulog Sukabumi harus didroping dari Cirebon. Padahal, Kabupaten Sukabumi diklaim sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Barat.
“Katanya Kabupaten Sukabumi itu lumbung beras dengan tingkat surplus mencapai hampir 250 ribu-350 ribu ton. Tapi kenapa harus didroping dari Cirebon? Apalagi kualitas beras yang akan disalurkan ke masyarakat pun lebih mirip dedak,” jelasnya.
Heri mengaku tidak mengetahui persis alasan rendahnya kualitas beras di Gudang Bulog Sukabumi, tidak menutup kemungkinan ada ‘permainan’ agar bisa mengimpor beras dari negara lain. “Jangan-jangan droping beras berkualitas jelek ini diduga disengaja agar bisa mengimpor dari negara lain,” katanya.
Rencana pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) beras dari semula Rp6.600 menjadi Rp7.400 pun, dinilai Heri, tak akan berpengaruh signifikan. Dia menyarankan yang lebih dulu harus dibenahi adalah tata niaga di tingkat Bulog.
“Tak akan ngaruh (menaikkan HPP). Yang mesti dibenahi dan diperbaiki adalah tata niaganya di tingkat Bulog yang fungsinya untuk menunjang ketahanan pangan,” tegas Heri.
Kepala Bulog Subdivre Wilayah Cianjur Budi Setiawan tak menampik jika pasokan beras masih mengandalkan dari daerah lain. Namun dia mengaku selalu mewanti-wanti agar kiriman beras harus berkualitas bagus.
“Tingkat penyerapan pembelian beras dari pertani selama 2014 memang belum maksimal. Petani masih banyak menjual ke pasar,” kata Budi saat mendampingi Heri Gunawan.
Dia berharap pada 2015 rencana pemerintah menaikkan HPP beras bisa terealisasi. Sehingga para petani bisa lebih semangat menjual hasil panennya ke Bulog.
“Kami tunggu saja nanti keputusan pemerintah soal rencana menaikkan HPP beras. Sesuai Instruksi Presiden, saat ini HPP beras sebesar Rp6.600. Rencananya jika HPP naik akan menjadi Rp7.400. Kita juga berharap, pada April saat musim panen pasokan beras bisa dibeli dari petani lokal,” pungkasnya.(gg)

Sumber : Sepertiini.com

DPR: Beras Bulog Banyak Dedaknya

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI — Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Gudang Bulog Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Ahad (8/3). Dalam kesempatan tersebut rombongan menemukan beras Bulog yang dinilai kurang bagus.

Kondisi yang kurang layak tersebut diketahui setelah dilakukan pengecekan terhadap beras yang baru tiba di gudang Bulog pada Ahad pagi. "Beras ini banyak dedaknya," ujar Heri Gunawan kepada wartawan dengan memperlihatkan beras yang baru didatangkan dari Cirebon tersebut.

Ironisnya kata dia, beras yang baru datang tersebut kualitasnya jauh lebih jelek dibandingkan dengan beras yang sudah ada di gudang Bulog lebih dahulu.

Kondisi ini, terang Heri, jelas mengecewakan masyarakat khususnya yang menerima beras Bulog baik raskin maupun operasi pasar (OP). Sebab, beras yang disalurkan Bulog kurang baik kualitasnya.

Heri mengatakan, seharusnya pengadaan beras Bulog di Sukabumi berasal dari daerah tersebut. Terlebih, lanjut dia Sukabumi merupakan daerah lumbung padi karena terdapat banyak areal persawahan di selatan Sukabumi. Bahkan, Bupati Sukabumi mengklaim surplus produksi beras hingga 250 ribu ton pada 2014 lalu.

Ke depan kata Heri tata niaga beras di Bulog harus dikelola dengan lebih baik. Jangan sampai lembaga yang didirikan untuk menunjang ketahanan pangan malah menyalurkan beras dengan kualitas buruk.

"Atau memang disengaja menyalurkan beras jelek untuk memudahkan masuknya beras impor," terang Heri, yang merupakan kader Partai Gerindra ini.

Jika hal ini terjadi maka hanya pedagang besar saja yang bisa masuk dalam impor beras dan pedagang kecil terpinggirkan.

Heri menambahkan, kalangan dewan juga mempertanyakan kinerja Bulog yang telah mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun. "Dalam RDP (Rapat dengar pendapat-red) nanti akan ditanyakan kemana uangnya karena di lapangan beras masih jelek," terang dia.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Temukan Beras Bulog Kualitas Jelek

SUKABUMI (Pos Kota) – Kualitas beras di Gudang Bulog yang berlokasi di Sukaraja, Kabupaten Sukabumi jelek. Kondisi beras kurang bagus tersebut ditemukan ketika Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan melakukan inspeksi mendadak (sidak).

Pantauan di lokasi, beras tersebut banyak dedaknya. Beras yang baru didatangkan dari Cirebon Minggu pagi.

“Beras banyak dedaknya. Ini mengecewakan masyarakat khususnya yang menerima beras Bulog baik raskin maupun operasi pasar (OP),” cetusnya.

Seharusnya pengadaan beras Bulog di Sukabumi berasal dari daerah sendiri. Sukabumi merupakan daerah lumbung padi karena terdapat banyak areal persawahan di selatan Sukabumi. Bahkan, Bupati Sukabumi mengklaim surplus produksi beras hingga 250 ribu ton pada 2014 lalu.

“Tata niaga beras di Bulog harus dikelola dengan lebih baik. Atau memang disengaja menyalurkan beras jelek untuk memudahkan masuknya beras impor,’’ terang politikus muda asal Partai Gerindra ini.

DPR, kata Heri, akan mempertanyakan kinerja Bulog yang telah mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3 triliun. Rencananya, dalam RDP (Rapat dengar pendapat-red) nanti akan ditanyakan kemana uangnya.

Kepala Bulog Subdivre Cianjur Budi Setiawan mengatakan, stok beras di Gudang Bulog Sukaraja masing tergantung kepada Subdivre daerah lain. Jika nantinya ada beras yang kualitasnya jelek maka akan diolah di mesin agar lebih baik. Proses pemilahan ini nantinya akan dilaporkan ke pusat.

“Beras yang disalurkan untuk OP maupun raskin sama kualitasnya yakni jenis beras medium,” terangnya.


(sule/sir)

Pemerintah Harus Lebih Serius Tekan Harga Beras

Jakarta (dpr.go.id) - Kenaikan harga beras di pasaran sudah memasuki rekor tersendiri, naik hingga 30 persen dan sudah berlangsung hampir dua bulan. Publik mulai bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah dilakukan pemerintah, karena belum pernah ada kenaikan selama dan setinggi ini.

"Upaya pemerintah harus lebih serius, operasi bulog harus lebih cepat dan bukan sekedar main-main untuk menstabilkan harga. Kenaikan harga yang berlarut-larut akan menjadi ruang gelap para spekulan dalam memainkan harga beras di pasaran dan menahan produksi harga beras," kata Wakil Ketua Komisi VI Heri Gunawan saat dihubungi di Jakarta, Jumat (27/2/15).

Pantauan wakil rakyat dari daerah pemilihan Jabar IV ini, harga beli beras di penggilingan sudah mencapai lebih dari Rp 9.500. Kondisi ini dapat memicu inflasi dan akan semakin menyulitkan masyarakat. Lebih jauh menurutnya melonjaknya harga beras tidak berdampak positif bagi petani.

"Petani kita sekarang ini sedang menghadapi cuaca ekstrim dan tingginya biaya produksi yang menjadi kendala pasokan beras nasional. Belum lagi, mahalnya biaya-biaya non-produksi seperti penggilingan, transportasi dan lain-lain," tandas politisi FP Gerindra ini.

Berlarutnya kenaikan harga beras semakin memperkuat kesan pemerintah tidak cukup siap menghadapi kondisi ini. Publik dapat menilai pemerintah tidak punya disain dan mekanisme yang jelas tentang 'Kebijakan Perberasan Nasional'.

"Saya berharap pemerintah masih berupaya dengan keras menurunkan harga, jangan sampai menyerah apalagi kalau ujug-ujug melakukan impor beras atas nama stabilitas harga beras nasional. Jangan sampai," demikian Heri. (iky)

Komisi VI Setuju Pemberian PNM dengan Catatan

Jakarta (dpr.go.id) - Komisi VI DPR mendukung pemberian PMN pada BUMN-BUMN dalam RAPBN-P Tahun Anggaran 2015, namun tetap dengan catatan.  Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan mengemukakan hal itu di DPR Kamis (13/2) siang.

Menurutnya, catatan tersebut antara lain merekomendasikan temuan BPK-RI untuk 14 BUMN, yaitu PT Aneka Tambang Pura II (Persero), PT pelayaran Nasional Indonesia (Persero), PT Pindad (Persero), PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), Perum Perumnas, PT Sang Hyang Seri m(Peserro), Perum Perikanan Indonesia, PT Perkebunan Nusantara IX, PT Perkebunan Nusantara X, dan Perum Bulog.

Komisi VI DPR telah merekomendasikan kepada Kementerian BUMN untuk meningkatkan fungsi pembinaan kepada BUMN penerima PMN untuk memenuhi pengaturan dan data kelola keuangan yang baik sesuia dengan ketentuan dan Peraturan Perundang-Undangan.

Dikatakan juga, PMN tidak digunakan untuk membayar hutang perusahaan penerima PMN. Pelaksanaan Right Issue  tidak mengurangi komposisi kepemilikan saham pemerintah saat ini pada BUMN terkait.

Penggunaan PMN dilakukan dan dicatat dalam rekening terpisah. BUMN penerima PMN harus menerapkanGood Corporate Governance (GCG, dan perlu pengawasan secara ketat atas penggunaan PMNagar sesuai dengan rencana bisnis yang diajukan pada Komisi VI DPR.

Selanjutnya Komisi VI DPR akan melakukan pengawasan penggunaan PMN BUMN. Dalam hal pengadaan barang dan jasa, dalam menggunakan dana PMN meminta kepada Kementerian BUMN untuk mengutamakan produk dalam negeri dan sinergi BUMN. Hal ini betul-betul harus diawasi dengan sungguh-sungguk, karena sekali bermasalah maka selanjutnya akan merugikan keuangan negara.

“Dalam melaksanakan PMN, Kementerian BUMN sebagai pembina BUMN harus memperhatikan catatan-catatan yang telah disampaikan dalam Rapat Kerja antara Komisi VI DPR dengan Pemerintah, saat membahas persetujuan PMN BUMN,“ tegas Heri lagi. (Spy)/

foto:iwan armanias/parle/iw.

Pengrajin Tempe Tahu Keluhkan Tata Niaga Kedelai

Jakarta (dpr.go.id) - Para pengrajin tempe dan tahu nasional mengeluhkan aturan tata niaga kedelai yang berlaku saat ini. Pengadaan kedelai kini diatur oleh pasar bebas, sehingga kerap kewalahan dengan harga kedelai yang melambung tinggi. Peran Bulog mesti dikembalikan untuk mengatur tata niaga kedelai.

Demikian mengemuka dalam pertemuan antara delegasi Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, Senin (19/1). Hadir dalam pertemuan tersebut dua Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan (Dapil Jabar IV) dan Farid Al Fauzi  (Jatim XI). Ketua Gakoptindo Aip Syarifuddin yang memimpin delegasi, menyatakan, para pengrajin tempe tahu sedang terpuruk akibat pola tata niaga kedelai.

Yang menjadi persoalan, kata Aip, Perpes No.32/2013 yang dahulu memberi peran kepada Bulog untuk mengamankan harga dan menyalurkan kedelai, kini justru tak diberlakukan lagi. Padahal, Perpres tersebut telah membuat para pengrajin merasa nyaman. Ironisnya, yang menyingkirkan Perpres tersebut justru SK Menteri Perdagangan yang waktu itu dijabat Gita Wirjawan. SK itu menegaskan peran Bulog.

Para pengrajin merasakan harga bahan baku tempe tahu berupa kedelai sangat mahal. Ini lantaran harganya didapat dari mata rantai penjualan yang sangat panjang. Akibatnya, harga yang sampai ke pengrajin sangat mahal. Mestinya para pengrajin mendapatkan harga tersebut langsung dari importir. Kini, untuk mencari kedelai lokal saja sangat susah. Menurut Aip, bila kini pemerintah mencanangkan swasembada kedelai, tampaknya akan sulit tercapai.

“Jumlah kebutuhan kedelai nasional kira-kira antara 2,5-2,7 juta ton per tahun. Dari jumlah itu 1,8 juta ton (80%) diserap oleh pengrajin tempe tahu. Sisanya dibuat oncom, tauco, kecap, susu kedelai, dan lain-lain,” ungkap Aip.

Sementara itu, Agus Hermanto menyatakan, pemerintah harus mengembalikan peran Bulog untuk mengatur tata niaga kedelai. Lahan-lahan kedelai harus segera disiapkan termasuk menentukan harganya yang memadai. “Gakoptindo merasa masih sulit mendapatkan kedelai, karena terombang ambing oleh harga. Dulu pengadaannya dibuat mudah dengan membuat bea masuk 0%. Tahu tempe yang sehari-hari kita makan itu harus sustainable,” harap Agus.

Sementara Heri Gunawan menyampaikan, komisi yang dipimpinnya segera akan membahas persoalan tata niaga kedelai ini bersama Menteri Perdagangan Rahmat Gobel yang dijadwalkan akan menggelar rapat kerja dengan Komisi VI pada 2 Februari mendatang. Ini akan menjadi pembicaraan serius antara DPR dan pemerintah. (mh) /foto:iwan armanias/parle/iw.

Kebijakan Gula Nasional Perlu Pro Petani

Jakarta (dpr.go.id) - Pemerintah diminta melakukan revitalisasi dan koordinasi yang lebih baik untuk menyusun kebijakan daulat gula nasional. Kemendag, Kementan, Kemenperin sertai instansi terkait lainnyanya perlu duduk besama menetapkan kebijakan yang lebih memihak kepada pelaku utama yaitu petani tebu.

"Pemerintah perlu serius menyusun kebijakan daulat gula nasional, beri subsidi dan insentif yang sunguh-sungguh pada petani, hitung ulang kapasitas yang bisa dipasok oleh pabrik dalam negeri, lakukan pengetatan terhadap importasi gula," kata Wakil Ketua Komisi VI Heri Gunawan saat dihubungi di Jakarta, Rabu (7/1/15).

Ia menekankan kebijakan menaikan harga gula, bukanlah solusi yang tepat pada saat ini karena harga gula yang tinggi hanya menguntungkan untuk pabrikan gula yang telah efisien dan pedagang bukan petani.

Pada bagian lain wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Barat IV meminta pemerintah mencermati dugaan perembesan gula rafinasi ke pasaran. "Kemendag harus menghitung ulang dan mengevaluasi kebutuhan gula refinasi, kalau terbukti terjadi perembesan gula rafinasi, izin importir harus dicabut," tekannya.

Politisi FP Gerindra ini mengkhawatirkan tanpa disadari kebijakan gula nasional saat ini  merupakan bagian dari skenario 'tata kelola pangan global' yang ujungnya menghancurkan petani dan Indonesia pada akhirnya bergantung dari impor. Itulah sebabnya dalam tahun 2015 ini pemerintah perlu meningkatkan efisiensi pabrik gula lokal.

"Dengan rata-rata rendemen hanya 7,2 persen, biaya produksi gula berbasis tebu di dalam negeri mencapai Rp 8.500/kg. Sedangkan, gula mentah impor yang diolah menjadi gula rafinasi dapat dijual dengan harga hanya Rp 6.000-7.500/kg. Berarti gula refinasi lebih murah 1000 - 2000 per kg. Sementara, willingnes to pay (daya beli) konsumen hanya Rp 6.000-7.500 per kg. Ini yang harus diantisipasi pada tahun 2015 dengan meningkatkan  efisiensi pabrik gula lokal minimal sampai 10 persen," demikian Heri. (iky)