Berjuang Bersama Gerindra dan Prabowo Subianto

Mengamalkan TRIDHARMA Kader Partai Gerindra : Berasal Dari Rakyat, Berjuang Untuk Rakyat, Berkorban Untuk Rakyat.

Heri Gunawan Seminar Nasional

Tantangan dan Peluang Bisnis bagi Generasi Milenial.

Jalan Santai

JHeri Gunawan Apresiasi Peluncuran Program Pemuda Pelopor Desa di Sukabumi

Kunjungan Ketua Umum GERINDRA

Prabowo Subianto Melakukan Kunjungan ke Sukabumi

Bantuan Hand Traktor

Heri Gunawan Memfasilitasi Bantuan 30 Unit Traktor Untuk Gapoktan di Kabupaten Sukabumi Pada Tahun 2015

Kunjungan Kerja BKSAP DPR RI Ke Australia

Heri Gunawan Sebagai Anggota BKSAP DPR RI saat berkunjung dan berdialog dengan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia

Tanggapi Moratorium Pemekaran, Heri Gunawan Desak Pemerintah Terbitkan PP Penataan Daerah Otonom

 

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan saat menghadiri rapat DPR RI (Dok. Radar Jabar)
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan saat menghadiri rapat DPR RI (Dok. Radar Jabar)

RADAR JABAR - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan menanggapi usulan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah pada Kemendagri kepada DPR RI terkait pemekaran sebanyak 341 wilayah di Indonesia.

Tanggapan ya g disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR di Gedung MPR/DPR, Jakarta, pada Kamis (24/4/2025) itu, Heri Gunawan meminta pemerintah menetapkan aturan yang tegas dan ketat dalam pemekaran wilayah. Menginngat, banyaknya problem dalam rencana pemekaran wilayah yang tidak maksimal.

Hergun sapaan akrabnya menyebut, hingga kini, terdapat 341 usulan pemekaran telah masuk ke Dirjen Otda. Namun, mayoritas DOB yang terbentuk sejak dua dekade terakhir gagal mencapai tujuan utama otonomi.

”Kalau tadi dilihat dari evaluasi Kemendagri, lebih kurang 70 persen DOB yang terbentuk selama 1999-2009 itu gagal mencapai tujuan pemekaran. Evaluasi Bappenas 2007 juga menyatakan mayoritas DOB gagal,” Hergun, politisi Partai Gerindra itu.

Heri Gunawan juga menyinggung biaya pemekaran wilayah yang besar sehingga membebani anggaran pemerintah pusat. Dengan kondisi ini, pemekaran wilayah perlu memperhitungkan kemampuan ekonomi daerah.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total dana alokasi umum (DAU) yang ditransfer ke daerah melonjak tiga kali lipat dalam kurun 10 tahun, yakni sebesar Rp 54,31 triliun di tahun 1999 menjadi Rp 167 triliun (2009). Bahkan, pada 2025, anggaran DAU mencapai Rp 446 triliun.

”Saya pikir pembentukan penataan daerah ini mungkin bukan hanya berbicara terkait geografis, melainkan juga PAD (pendapatan asli daerah)-nya,” tutur Hergun.

Hergun juga mendesak pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah. Alasan menunda penerbitan PP tersebut dengan dalih moratorium pemekaran daerah tidak berdasar dan justru bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami mendorong pemerintah, khususnya Ditjen Otda Kemendagri, segera mengeluarkan kedua PP tersebut. Karena moratorium itu bukan ketentuan hukum yang lebih tinggi dari undang-undang,” ungkapnya.

Berdasarkan Pasal 55 dan 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat diwajibkan menyusun aturan teknis dan strategi penataan daerah. 

Strategi tersebut tertuang dalam Desain Besar Penataan Daerah (Desartanda), yang memuat proyeksi jumlah ideal provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia, sebagai pedoman pemekaran maupun penggabungan daerah otonom.

Menurutnya, seharusnya kedu

Legislator asal Sulabumi ini juga menyoroti inkonsistensi Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri yang menunda pembentukan PP dengan alasan moratorium, namun di sisi lain tetap menerima usulan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) dari berbagai daerah.

“Padahal dasar hukum moratorium itu tidak jelas. Tapi faktanya, usulan DOB yang diterima sudah mencapai 341 usulan. Kami mempertanyakan dasar Kemendagri menerima usulan itu kalau belum ada aturan main yang sah,” katanya.

Untuk diketahui, sejak era pemekaran daerah bergulir, tercatat telah terbentuk 233 DOB, terdiri dari 12 provinsi, 182 kabupaten, dan 39 kota, termasuk usulan pemekaran untuk DOB Kabupaten Sukabumi Utara dari kabupaten induk Sukabumi.a PP itu sudah diterbitkan paling lambat dua tahun setelah UU Pemda diundangkan, yakni tahun 2016. Namun hingga kini belum juga rampung. “Kalau dihitung, sudah ada keterlambatan sembilan tahun. Ini menjadi persoalan serius karena menyangkut aspirasi publik terkait pemekaran daerah,” tegas Hergun.

Heri Gunawan : Pemekaran Daerah Harus Dikaji Menyeluruh, Termasuk Potensi PAD

 


Anggota Komisi II DPR RI, Heri Gunawan, menegaskan bahwa wacana pemekaran daerah tidak bisa semata-mata didasarkan pada pertimbangan geografis atau jumlah penduduk semata. Ia menilai, kajian mendalam perlu dilakukan, termasuk aspek potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai indikator utama kelayakan Daerah Otonom Baru (DOB).

Hal tersebut disampaikan Hergun, sapaan akrabnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Dirjen Otonomi Daerah (OTDA) Kementerian Dalam Negeri, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

“Alasan utama pemekaran sebuah daerah pastinya terkait pemerataan dan keadilan yang tidak merata. Geografis yang luas, SDM yang melimpah, serta pelayanan publik yang tidak efektif sering jadi alasan. Namun kita tidak bisa menutup mata, banyak daerah hasil pemekaran justru belum berhasil berkembang,” ujar politisi Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Hergun merujuk pada data evaluasi Kemendagri yang menyatakan sekitar 70 persen DOB yang terbentuk pada 1999–2009 gagal mencapai tujuan utama pemekaran. Evaluasi serupa dari Bappenas pada tahun 2007 pun menyimpulkan hal senada, bahwa mayoritas DOB tidak menunjukkan kemajuan signifikan.

Ia juga menyoroti dampak fiskal dari pemekaran daerah terhadap anggaran pemerintah pusat. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah meningkat drastis dari Rp54,31 triliun pada 1999 menjadi Rp167 triliun setelah terbentuknya 205 DOB, dan melonjak menjadi Rp446 triliun pada tahun 2025.

“Pemekaran tidak hanya soal pemerataan, tapi juga soal beban fiskal. Ini harus jadi perhatian. Jangan sampai daerah hanya menambah beban, tapi tidak memberikan kontribusi nyata,” tegasnya.

Menurut Hergun, PAD seharusnya menjadi salah satu parameter utama dalam mengkaji kelayakan pemekaran. Ia menyarankan agar dibuat indikator yang jelas untuk menilai kelayakan suatu wilayah menjadi DOB.

“Jika PAD sebuah daerah cukup, maka bisa dipertimbangkan untuk mekar. Sebaliknya, jika PAD rendah, sebaiknya ditunda. Ini juga bisa menjadi tantangan bagi daerah agar mandiri, tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat,” katanya.

Lebih lanjut, ia juga mendorong adanya kajian mendalam mengenai anggaran yang diperlukan untuk membentuk satu DOB, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini penting agar perencanaan lebih terukur dan tidak membebani negara secara finansial.

“Jika ada 341 usulan pemekaran, maka harus dihitung berapa anggaran yang dibutuhkan negara untuk satu provinsi, satu kabupaten atau kota. Ini harus jadi dasar pertimbangan,” pungkasnya. 

Heri Gunawan Dorong Penerbitan PP Penataan Daerah, Pertanyakan Dasar Moratorium Pemekaran

 

WhatsApp Image 2025 04 25 at 10.07.29 14d92702

JAKARTA, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan, mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan Daerah (Desartada). Ia menilai penundaan penerbitan PP dengan dalih moratorium pemekaran daerah tidak berdasar dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Desakan itu disampaikan Hergun, sapaan akrabnya, dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Dalam rapat yang sama, Komisi II juga menggelar Rapat Dengar Pendapat membahas usulan pemekaran wilayah yang telah mencapai 341 usulan dari berbagai daerah.

“Kami mendorong pemerintah, khususnya Ditjen Otda Kemendagri, segera mengeluarkan kedua PP tersebut. Karena moratorium itu bukan ketentuan hukum yang lebih tinggi dari undang-undang,” tegas legislator asal Partai Gerindra tersebut.

Heri menjelaskan, penyusunan PP tentang Penataan Daerah dan Desartada merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 55 dan 56. Kedua regulasi itu seharusnya diterbitkan paling lambat dua tahun setelah UU diundangkan, yakni pada 2016.

“Kalau dihitung, sudah ada keterlambatan sembilan tahun. Ini menjadi persoalan serius karena menyangkut aspirasi publik terkait pemekaran daerah,” ujarnya.

Menurutnya, Desartada akan memuat proyeksi jumlah ideal provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia. Dokumen tersebut akan menjadi pedoman strategis dalam proses pemekaran maupun penggabungan daerah otonom.

Hergun juga menyoroti inkonsistensi Ditjen Otonomi Daerah yang menunda penerbitan PP, namun tetap menerima usulan pemekaran wilayah.

“Padahal dasar hukum moratorium itu tidak jelas. Tapi faktanya, usulan DOB yang diterima sudah mencapai 341 usulan. Kami mempertanyakan dasar Kemendagri menerima usulan itu kalau belum ada aturan main yang sah,” katanya.

Di sisi lain, ia mengingatkan agar pemekaran wilayah dilakukan secara selektif dan hati-hati, mengingat hasil evaluasi menunjukkan sebagian besar daerah otonomi baru (DOB) gagal mencapai tujuannya.

“Kalau tadi dilihat dari evaluasi Kemendagri, lebih kurang 70 persen DOB yang terbentuk selama 1999-2009 itu gagal mencapai tujuan pemekaran. Evaluasi Bappenas 2007 juga menyatakan mayoritas DOB gagal,” ujar Heri.

Heri juga menyinggung biaya yang besar dari sebuah pemekaran wilayah sehingga membebani anggaran pemerintah pusat. Dengan kondisi ini, pemekaran wilayah tidak hanya berbicara soal aspek geografis, tetapi juga harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi daerah, terutama Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditransfer ke daerah melonjak dari Rp 54,31 triliun pada 1999 menjadi Rp 167 triliun pada 2009. Pada tahun 2025, anggaran DAU bahkan telah mencapai Rp 446 triliun.

“Saya pikir pembentukan penataan daerah ini mungkin bukan hanya berbicara terkait geografis, melainkan juga PAD-nya,” tuturnya.

Sebagai informasi, sejak era pemekaran daerah bergulir, telah terbentuk 233 DOB, terdiri dari 12 provinsi, 182 kabupaten, dan 39 kota. Komisi II DPR RI kini tengah membahas Rancangan PP tentang Penataan Daerah dan Desartada bersama Kemendagri sebagai landasan resmi pengaturan pemekaran dan penggabungan daerah ke depan.

Heri Gunawan Soroti Anggaran Program Pengawasan Ombudsman yang Habis sejak Januari namun Capaian Nihil

 

Anggota Komisi II DPR RI Heri Gunawan dalam Rapat Dengar Pendapat RDP Komisi II DPR RI dengan Ketu20250423203150

JAKARTA, — Anggota Komisi II DPR RI Heri Gunawan mempertanyakan penggunaan anggaran Program Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik oleh Ombudsman Republik Indonesia  yang disebut telah habis sejak Januari 2025. Ironisnya, dalam laporan capaian kinerja, tercatat bahwa realisasi program tersebut nihil alias tidak ada satu pun kegiatan yang terealisasi.

“Dari paparan tadi saya melihat ada beberapa kegiatan, meski tidak dirinci, namun disebutkan bahwa anggarannya sudah habis sejak Januari 2025. Akibatnya, program yang telah direncanakan tidak dapat dilanjutkan. Salah satunya adalah kegiatan opini pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik. Sementara dalam tabel capaian kinerja, kegiatan tersebut justru tercatat nol realisasi dari target yang ditetapkan. Ini tentu menimbulkan pertanyaan,” ujar Heri Gunawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Ketua ORI, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/4).

Heri menegaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, lembaga ini memiliki tugas utama sebagai pengawas penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, seharusnya tetap ada kegiatan yang berjalan, meskipun dengan anggaran terbatas.

“Dalam paparan disebutkan masih ada sisa anggaran efektif sebesar Rp38,25 juta. Dengan sisa anggaran itu, mestinya minimal ada satu kegiatan opini yang bisa dijalankan, bukan justru nihil capaian,” tegas legislator Fraksi Partai Gerindra tersebut.

Ia juga mendorong Ombudsman untuk lebih bijak dalam menyusun dan menggunakan anggaran, terutama setelah adanya kebijakan efisiensi dari pemerintah. Menurutnya, pembagian anggaran sebaiknya difokuskan pada program-program yang benar-benar mendesak dan memiliki dampak nyata bagi masyarakat.

“Undang-undang menugaskan Ombudsman RI sebagai pengawas pelayanan publik. Maka, kami mendorong komitmen untuk fokus pada kegiatan yang benar-benar relevan dengan mandat tersebut. Kegiatan yang minim relevansi sebaiknya dihapus saja. Misalnya, kegiatan pengawasan terhadap pengawas internal pemerintah, ini perlu dipertanyakan urgensinya. Bukankah Ombudsman dibentuk justru karena pengawasan internal pemerintah selama ini belum menjawab harapan masyarakat?” pungkasnya.

 

Festival Bedug Piala Heri Gunawan Meriahkan Malam Idul Fitri 1446 H di Sukabumi

 

Anggota DPR RI Heri Gunawan kembali menyelenggarakan Festival Bedug Piala Heri Gunawan dalam rangka menyambut Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah/2025 Masehi.

Acara yang berlangsung di Masjid Agung R. Natadipura, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi ini menjadi ajang syiar Islam yang penuh semangat dan kebersamaan.

Festival ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Heri Gunawan, serta para ulama, aparat pemerintahan, aparat keamanan, dan masyarakat umum. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan besar terhadap upaya pelestarian budaya Islam di Indonesia.

Dalam sambutannya, Heri Gunawan mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya festival ini yang telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam.

“Alhamdulillah, Festival Bedug ini bukan sekadar perlombaan, tetapi juga bentuk pelestarian budaya Islami yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kita. Melalui gema takbir dan tabuhan bedug, kita mengagungkan kebesaran Allah SWT sekaligus mempererat ukhuwah Islamiyah,” ujar Heri Gunawan kepada pada Minggu (30/03/25).

Lanjut dia, Tahun ini, festival diikuti oleh 30 kelompok peserta dari berbagai wilayah yang menampilkan kreativitas mereka dalam menabuh bedug, dipadukan dengan lantunan takbir yang menggema. Festival ini juga menjadi pengingat akan sejarah bedug yang sejak zaman Wali Songo digunakan sebagai media dakwah Islam di Nusantara.

Selain menjadi ajang kompetisi, festival ini bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai keislaman di tengah masyarakat. Heri Gunawan berharap semangat festival ini dapat menginspirasi generasi muda untuk terus menjaga dan melestarikan tradisi serta kearifan lokal dalam suasana Ramadan dan Idul Fitri.

Di akhir sambutannya, Heri Gunawan menyampaikan ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H kepada seluruh masyarakat Sukabumi.

“Mohon maaf lahir dan batin. Semoga Idul Fitri ini membawa keberkahan dan kebahagiaan bagi kita semua,” tutupnya dengan penuh harap.